Tasawuf Modern – Banyak diantara dari kita yang masih belum mengenal mengenai apa itu Tasawuf. Mendengar kata itu pun jarang atau malah tak pernah. Tak terkecuali penulis sendiri baru mendengar istilah itu ketika kuliah disalah satu perguruan tinggi agama islam di jawa timur.
Bagi masyarakat asia tenggara, khususnya Indonesia memang jarang menggunakan istilah tasawuf. Kata yang sering dipakai adalah sufi atau ahlu tariqat. Terutama di daerah pedesaan, istilah ahlu tariqat kerap dipakai ketika menyebut orang yang sudah berbaiat ke salah satu Tariqat Tasawuf.
Sedangkan Tasawuf sendiri sering dipakai di dunia akademik ketika membahas mistisme dalam agama islam. Bahkan diberbagai perguruan tinggi, tasawuf dikaji sebagai ilmu jiwa dengan sudut pandang islam.
Tasawuf sendiri mengalami perkembangan yang panjang. Dari gerakan Zuhud, tazkiyah an Nafs sampai jalan menuju hakekat dari sang Maha.
Tasawuf Modern
Tasawuf modern sendiri adalah satu judul buku milik buya hamka. Dengan background dari ormas yang kurang dekat ke-tasawuf-an atau bahasa kerennya islam modernis, menjadi hal yang menarik untuk dikaji.
Buya Hamka menyajikan tasawuf dengan model yang simpel, tak bertele-tele namun mengena dihati. Dengan judul buku Tasawuf Modern disertai tagline Bahagia itu dekat engan kita ada di dalam diri kita. Beliau ingin menjelaskan bahwa bahagia atau kebahagiaan yang menjadi tujuan tiap insan, sebetulnya sudah ada dalam diri kita. Tinggal bagaimana kita mengelolanya, memanage dan memahinya, sehingga dalam melahirkan kepribadian yang dapat memahami mengenai makna kebahagiaan yang sebenar-benarnya.
Untuk review buku tasawuf modern karya Buya Hamka akan penulis ulas diartikel berikutnya.
Apa itu Tasawuf?
Tasawuf sering disebut dengan sufisme dalam bahasa inggris. Sufisme sendiri juga menggambarkan keilmuan mengenai tasawuf.
Mengulas asal kata tasawuf juga lumayan panjang. Terkait akar kata dari tasawuf sendiri menjadi perdebatan sejak dulu kala. Ada yang berpendapat berasal dari kata shuf yang berarti bulu binatang. Karena dulu para pelaku tasawuf banyak memakai pakaian sederhana yang terbuat dari bulu binatang dan menjauhi pakaian yang indah.
Kemudian ada yang mengatakan berasal dari kata ahlu Shofa. Yakni orang-orang yang senantiasa tinggal di serambi atau tempat terpencil di masjid Nabawi. Ada juga Shifa’ yang berarti suci bersih.
Selain itu sebagian ahli bahasa mengatakan tasawuf atau sufi bukan berasal dari Bahasa arab. Namun istilah itu berasal dari Bahasa Yunani, yakni dari kata theosofie yang berarti ilmu ketuhanan. Kemudian kata tersebut berkembang di arab dan terpengaruh diaelek, kata tersebut menjadi berbunyi Tasawuf.
Sehingga bila berbicara asal kata tasawuf yang akan kita temui adalah perdebatan yang panjang tiada henti. Bagi penulis sendiri cukup diambil garis benang merah dari banyak versi diatas. Dari situ penulis berkesimpulan bahwa tasawuf adalah perilaku muslim yang senantiasa mensucikan diri dengan menjauhi perkara keduniaan. Disertai meluaskan wawasan mengenai hakikat Tuhan.
Apa tujuan Sufisme?
Sufisme atau tasawuf memiliki tujuan fundamental, yakni berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah. Nah, sedang pendekatan bisa banyak melalui banyak metode. Yang paling umum dimulai dengan Tazkiyah an Nafs.
Ibnu khadun seperti yang dikutip oleh buya hamka dalam bukunya tasawuf modern. Berkata,”Tasawuf itu adalah semacam ilmu syar’iyah yang timbul kemudian di dalam agama. Asalanya ialah bertekun beribaha dan memutuskan pertalian dengan segala selain Allah, hanya menghadap Allah semata.”
Selain itu, tasawuf juga sering dikaitkan dengan gerakan zuhud. Gerakan itu muncul sebagai perlawanan terhadap kehidupan mewah para petinggi dinasti umayah. Salah satu tindakannya berupa menjauhi kehidupan dunia dan berfokus kepada ibadah dan akhirat.
Pemaknaan zuhud pun juga mengalami perkembangan. Dulu banyak yang mendefenisikan zuhud itu sebagai sikap meninggalkan dunia dan memfokus diri hanya untuk akhirat. Namun yang jadi permasalahan, apakah pemaknaan zuhud seperti jaman islam klasih masih relevan dengan saat ini.
Di era modern saat ini perlunya pemaknaan zuhud yang konstektual dengan keadaan zaman.
Dari Benci
Penulis adalah orang yang awam perihal ke-tasawuf-an. Penulis sendiri baru tahu dan mengenal ketika kuliah di jurusan tasawuf psikoterapi. Sebuah jurusan yang membahas mengenai tasawuf, namun dalam sudut pandang terapi.
Penulis memiliki kisa pilu dengan tasawuf. Pada awal mengenal tasawuf, penulis pernah sangat membenci tasawuf. Astagfirullah
Hal ini disebabkan penulis yang belum pernah mengenal, namun sudah mendengar komentar miring mengenai tasawuf. Terutama dari media online yang kerap memberikan wawasan yang dangkal.
Saat itu, Penulis menganggap bahwa tasawuf mengajarkan hal-hal yang jauh dari nilai agama atau menyeleweng dari ketentuan agama. Selain itu, adanya pengaruh dari ajaran agama lain yang membuat Tasawuf seperti tak semurni dari islam. Hal tersebut menjadikan penulis menaruh kecurigaan dengan tasawuf, dan mencapai tahap perasaan benci.
Padahal saat itu penulis sendiri kuliah di jurusan yang menjadikan Tasawuf menjadi mata kuliah utama. Sehingga pada 2 semester awal, penulis tidak menjalani kuliah dengan serius. disebabkan ada anggapan bahwa tasawuf adalah ajaran yang sesat. Semoga Allah mengampuni kelancangan hambanya yang faqir ini.
Jatuh Hati
Ada peribahasa yang kerap kita dengar, terutama disebuah majlis ta’aruf. Peribahasa itu ialah Tak kenal maka tak sayang.
Sedangkan yang terjadi dengan penulis adalah belum kenal namun sudah menilai. Belum mengenal apa itu tasawuf namun sudah membeli label-label yang tak pantas.
Dari hari ke hari penulis terus mengindap penyakit benci didalam hati. Bukan nyaman namun malah membuat penulis tak merasa tertekan orang perasaan sendiri. Namun, beruntung penulis mendapat hidayah sehingga penulis sekarang bukan lagi benci namun jatuh hati.
Perubahan sikap penulis tak terjadi dengan mendadak namun berlangsung bertahap. Memalui wawasan yang terus ditambah serta proses tafakur dan muhasabah diri yang dilakukan penulis.
Coba bayangkan, ketika kamu mempelajari suatu ilmu sedangkan kamu menganggap ilmu itu bermasalah. Apakah kamu dapat menikmati kelazatan ilmu yang telah dipelajari? Tentunya tidak. Karena diri kita sebelum menerima sudah menolak ilmu tersebut.
Hal itu yang terjadi pada diri penulis. Walaupun dapat nilai bagus namun tidak terasa keberkahan dari ilmu tersebut.
Sehingga suatu ketika penulis mondok disalah satu pesantren mahasiswa di Tulungagung. Disitu penulis diajarkan mengenai beberapa amalan tariqat alawi.
Pada awalnya penulis memberontak didalam hati. Namun, semakin hari mengamalkannya. Hati penulis semakin dingin, tak lagi mudah dipancing emosi dan paling penting penulis mulai mampu menata hati. Bagi penulis menata hati sangat penting terutama agar hati tak mudah menaruh dzon yang buruk orang lain.
Dari situ penulis mulai mengenal tasawuf, bukan dari katanya namun melalui amalan dari tasawuf. Ternyata apa yang mereka amalkan ada dalilnya, apa yang mereka lakukan demi mendekatkan diri kepada Allah. Dan menurut penulis sendiri apa yang mereka dalam rangka mendekat diri kepada Tuhan.
Mungkin cukup sekian sekilas mengenai perjalan penulis mengenai Tasawuf dari benci sampai jatuh hati. Sebetulnya masih ada beberapa yang penulis ulas, insyaallah akan penulis update.