Daftar isi
- 1 Bolehkah rumah sakit menolak memberikan pelayanan kepada pasien?
- 2 Bolehkah IGD menolak pasien?
- 3 Bagaimana tanggung jawab rumah sakit terkait penolakan pasien?
- 4 Apakah setiap tindakan medis harus meminta persetujuan pasien atau keluarga?
- 5 Bolehkah menolak pasien?
- 6 Menjelaskan siapa saja yang berhak memberikan persetujuan dalam informed consent?
Bolehkah rumah sakit menolak memberikan pelayanan kepada pasien?
UU Kesehatan No 36 Tahun 2009, Pasal 32 ayat 2, memang sudah mengatur bahwa RS tak boleh menolak pasien. Bunyi pasal tersebut, “Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik RS Pemerintah maupun RS Swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.” Lalu diikuti pasal 190 ayat 1 UU yang sama, yang …
Apakah pasien dapat menolak pengobatan yang diberikan dokter?
Setelah mendapatkan penjelasan dari dokter dan memahaminya, pasien dapat memutuskan untuk menyetujui tindakan medis yang direkomendasikan atau menolaknya.
Bolehkah IGD menolak pasien?
Ruangan tersebut disebut Instalasi Gawat Darurat (IGD). Dalam memberikan pertolongan pertama terhadap pasien, khususnya pasien sedang dalam keadaan gawat darurat, rumah sakit tidak diperkenankan untuk menolak memberikan pertolongan dengan berbagai alasan dan tidak boleh meminta uang muka untuk mendapatkan penanganan.
Apakah ada sanksi jika tindakan medik bukan dalam kegawatdaruratan dilakukan tanpa informed consent?
Apabila tindakan medik yang dilakukan tanpa adanya Informed Consent, maka dokter yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan surat izin praktik, Berarti, keharusan adanya Informed Consent secara tertulis dimaksudkan guna kelengkapan administrasi Rumah Sakit yang bersangkutan.
Bagaimana tanggung jawab rumah sakit terkait penolakan pasien?
Dengan kata lain, menjawab pertanyaan Anda, rumah sakit yang karena di luar kemampuannya tidak memiliki peralatan medis boleh saja menolak pasien dan hal ini tidak dilarang oleh undang-undang. Adapun bentuk tanggung jawabnya adalah dengan memberikan rujukan pelayanan kesehatan ke rumah sakit lain.
Apakah rumah sakit dapat menolak memberi pelayanan pasien peserta BPJS kesehatan yang tidak dirujuk?
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Ini artinya, rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pasien yang dalam keadaan darurat serta wajib memberikan pelayanan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Apakah setiap tindakan medis harus meminta persetujuan pasien atau keluarga?
Informed Consent dari Aspek Hukum dan Etika Pada pasal 5 Kode Etik Indonesia, tercantum bahwa “tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut”.
Apa yang perlu Anda lakukan jika seorang klien menolak untuk menerima pengobatan?
5 Hal yang Harus Dilakukan Keluarga Saat Pasien Menolak Pengobatan Kanker
- Tanyakan baik-baik alasan menolak pengobatan.
- Jangan memaksa.
- Ajak konsultasi ke dokter.
- Dapatkan perawatan yang suportif.
- Selalu beri perhatian dan dukungan.
Bolehkah menolak pasien?
UU No 36 tahun 2009 pasal 66 tentang apa?
(1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.
Menjelaskan siapa saja yang berhak memberikan persetujuan dalam informed consent?
Informed consent dibuat berdasarkan prinsip autonomi, beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar pada martabat manusia di mana otonomi dan integritas pribadi pasien dilindungi dan dihormati. Jika pasien tidak kompeten, maka persetujuan diberikan oleh keluarga atau wali sah.
Apakah informed consent harus tertulis?
Jenis informed consent dapat secara lisan dan tertulis. Pesetujuan lisan saat pasien menyatakan secara verbal tetapi tidak menandatangani formulir tertulis, sedangkan persetujuan tertulis diperlukan dalam intervensi berisko tinggi seperti penggunaan anestesi dan sedasi, prosedur invasif atau bedah, dan sebagainya.